JAKARTA, ifakta.co – Tragedi Bosnia 1992 menandai salah satu bab paling kelam dalam sejarah Eropa modern. Setelah runtuhnya Yugoslavia pada awal 1990-an, ketegangan etnis di wilayah Balkan memuncak, terutama di Bosnia dan Herzegovina. Negara ini dihuni oleh tiga kelompok utama. Muslim Bosnia (Bosniak), Serbia Bosnia, dan Kroasia Bosnia. Ketika Bosnia mendeklarasikan kemerdekaan pada Maret 1992, konflik brutal pun pecah.

Pasukan Serbia Bosnia, dengan dukungan politik dan militer dari Serbia, melancarkan serangan untuk menguasai wilayah yang mayoritas dihuni etnis non-Serbia. Serangan ini disertai pembersihan etnis yang sistematis. Pembunuhan massal, pemerkosaan, serta pengusiran warga sipil menjadi pemandangan mengerikan. Salah satu peristiwa paling mengerikan adalah pengepungan Sarajevo yang berlangsung selama hampir empat tahun, di mana warga sipil hidup dalam ketakutan akibat serangan artileri dan sniper setiap hari.

Iklan

Tragedi ini menjadi simbol dari kegagalan komunitas internasional dalam menghentikan kekejaman. Baru pada pertengahan dekade 1990-an intervensi NATO dan perjanjian Dayton berhasil menghentikan perang. Namun, luka yang ditinggalkan tetap mendalam, lebih dari 100 ribu orang tewas, jutaan orang mengungsi, dan trauma kolektif masih membekas hingga kini.

Tragedi Bosnia 1992 tidak hanya menjadi kisah penderitaan, tetapi juga pengingat akan bahaya nasionalisme ekstrem dan kebencian etnis. Peristiwa ini mendorong dunia untuk memperkuat hukum humaniter internasional serta mempertegas prinsip bahwa genosida dan pembersihan etnis tidak dapat ditoleransi.(FA)