RIAU, ifakta.co – Insiden kekerasan terhadap insan pers kembali terjadi. Seorang wartawan di Pekanbaru, Riau menjadi korban pengeroyokan saat tengah melakukan peliputan dugaan pelanggaran terkait penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Peristiwa itu terjadi ketika wartawan coba untuk mengkonfirmasi keterlibatan pihak SPBU 14.282.683 yang terletak di Jalan Raya Pekanbaru, yang di duga menjual BBM bersubsidi jenis solar ke pelangsir dengan harga 8500 /liter. Berdasarkan kode etik jurnalistik, wartawan wajib menguji informasi agar berimbang.
Alih alih menjawab konfirmasi awak media dan takut praktik curangnya di ketahui publik. Wartawan justru mendapat bogem mentah dari sejumlah preman bayaran yang sudah di siapkan pihak SPBU.
Iklan
SPBU tersebut di duga menjadi tempat penyaluran BBM bersubsidi secara ilegal. Bahkan menurut sumber, SPBU tersebut kerap berkoordinasi dengan oknum aparat untuk menjalankan praktik nakalnya, agar tidak terendus hukum.
Akibat pengeroyokan tersebut, wartawan mengalami luka fisik dan trauma psikologis. Korban telah melaporkan insiden ini ke pihak berwajib dengan Nomor Laporan LP/B/811/VIII/2025/SPKT/POLRES PEKANBARU/POLDA RIAU untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat penyalahgunaan BBM bersubsidi bukan hanya merugikan negara, tetapi juga berdampak pada masyarakat yang berhak mendapatkannya. Masyarakat minta Dirjen Migas, Achmad Muchtasyar tentukan sikap terhadap SPBU yang kerap menjalankan praktik nakal, dengan menjual BBM bersubsidi kepada pelangsir.
Insiden kekerasan terhadap wartawan menambah daftar panjang ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia. Romli S.IP yang juga sebagai pemerhati kebijakan publik angkat bicara. “Ini merupakan masalah serius Kementrian ESDM untuk bisa menertibkan SPBU yang kerap menjual BBM bersubsidi ke pelangsir dengan harga selisih lebih mahal dari ketetapan harga yang ditentukan Pemerintah. Praktik ini jelas melanggar dan merugikan negara. Jelasnya kepada ifakta.co (9/8). (SB)