Mariono salah satu tokoh masyarakat Desa Dadapan bersama warga saat menyatakan mosi tidak percaya pada pemerintahan Kades Dadapan dan meminta pada Kejari Nganjuk untuk segera menetapkan Kades sebagai tersangka.(Poto: istimewa).
NGANJUK, ifakta.co -Kasus dugaan korupsi dana desa yang melibatkan Kepala Desa Dadapan, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, memasuki babak baru. Warga kehilangan kepercayaan dan mulai menyuarakan aksi protes. Desakan agar Kejaksaan Negeri Nganjuk segera menetapkan tersangka kian menguat, bahkan ancaman untuk menduduki kantor Kejaksaan pun mulai terdengar.
Puluhan warga Desa Dadapan resmi menyatakan mosi tidak percaya terhadap kepala desa. Mereka menilai, sang kades telah menyalahgunakan dana desa untuk kepentingan pribadi dan mengkhianati amanah rakyat, hingga aksi massa sudah di depan mata.
Iklan
“Selama beberapa hari ini, indikasi kuat tindak pidana korupsi semakin terang. Kami sepakat tak lagi percaya pada Kepala Desa Dadapan,” tegas Mariono, tokoh masyarakat, Selasa (8/7/2025).
Mariono menambahkan, perjuangan warga tidak akan berhenti di mosi tak percaya. Bila perlu, mereka akan menggelar aksi di depan Kejari Nganjuk untuk menuntut keadilan.
“Ini bukan sekadar uang, tapi soal harga diri dan masa depan desa kami,” tegasnya.
Menurut informasi warga yang enggan disebut namanya, mengatakan dana desa diduga mengalir langsung ke rekening pribadi Kepala Desa dan Bendahara.
Dana tersebut kemudian digunakan untuk membiayai koperasi simpan pinjam milik pribadi serta mendirikan showroom motor bekas untuk seorang perempuan yang diduga sebagai wanita idaman lain (WIL) kepala desa.
Hal ini senada dan mengacu pada hasil audit awal dari Kejaksaan Negeri Nganjuk sehingga memperkuat adanya dugaan penyelewengan dana. Hasilnya Kejari menyatakan ditemukan kerugian negara senilai Rp400 juta. Selain itu, pengelolaan dana diduga melanggar Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Pakar hukum pidana korupsi, Anang Hartoyo, menyebut kasus TPPU kini mengintai Kades, ia menilai tindakan sang kades tidak hanya melanggar UU Tipikor, tetapi juga bisa dijerat dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sehingga jerat hukum lebih berat akan menanti.
“Penyalahgunaan dana publik yang disamarkan melalui koperasi atau aset pribadi termasuk ke dalam pencucian uang. Ini bisa dikenakan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010,” jelasnya.
Pasal tersebut menyatakan bahwa siapa pun yang menyamarkan asal-usul harta hasil kejahatan bisa dipidana hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar.
Sementara itu Pihak Kejari Nganjuk pada siaran persnya Rabu (18/06/25) dikutip dari pemberitaan ifakta.co sebelumnya mengatakan penetapan tersangka tinggal menunggu waktu.
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Nganjuk Koko Roby Yahya menyatakan kasus ini sedang dalam tahap penyelidikan dan segera masuk ke penyidikan.
“Kami sudah audit laporan keuangan dan mengecek proyek fisik. Kerugian negara sementara Rp400 juta dan bisa bertambah,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (18/6/2025).
Pihak kejaksaan memastikan proses hukum berjalan profesional dan transparan.
Sementara itu di lain pihak Dinas PMD Nganjuk mendukung penuh proses penegakan hukum terhadap dugaan korupsi Kades Dadapan dan mengajak serta menghimbau kepada desa – desa lain untuk berbenah.
“Ini pelajaran penting untuk semua desa. Perencanaan keuangan harus partisipatif, akuntabel, dan berbasis kebutuhan masyarakat,” ujar Kapala Dinas PMD Nganjuk Puguh Harnoto.
Ia mengingatkan bahwa dana desa bukan milik pribadi kepala desa, melainkan milik rakyat yang harus dikelola secara transparan.
Kasus ini adalah cermin dari rapuhnya pengawasan internal dan lemahnya integritas aparatur desa. Dana desa seharusnya menopang pembangunan, bukan dimanfaatkan demi kepentingan pribadi.ifakta.co akan terus mengawal proses hukum ini hingga tuntas, demi menegakkan keadilan di Desa Dadapan dan menjaga marwah dana publik.
(may).