TERNATE, ifakta.co – Di tengah maraknya kuliner modern dan makanan cepat saji, satu sajian khas dari timur Indonesia tetap bertahan karena kekuatan rasanya yang autentik: ikan asap khas Maluku Utara.
Dari kota Ternate hingga pulau-pulau kecil di sekitarnya, ikan asap menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat. Kuliner ini bukan sekadar lauk-pauk, tapi juga identitas budaya yang diwariskan turun-temurun dari nenek moyang para pelaut dan petani rempah.
Ikan yang digunakan biasanya adalah hasil tangkapan laut seperti cakalang, tongkol, atau tuna, yang kemudian diasapi dengan cara tradisional. Prosesnya sederhana tapi sarat makna: ikan dibersihkan, diberi sedikit bumbu atau dibiarkan alami, lalu digantung di atas bara api yang membara dari kayu mangrove atau kayu lokal tertentu. Dalam waktu beberapa jam, aroma asap menyatu sempurna dengan daging ikan, menghasilkan rasa yang khas—gurih, sedikit smoky, tapi tetap lembut di dalam.
Iklan
“Kami tidak pakai bahan pengawet. Proses pengasapan ini sudah cukup untuk bikin ikan tahan lama dan enak disantap kapan saja,” kata Rahman (43), pengasap ikan di daerah Sasa, Ternate.
Ikan asap ini biasanya disajikan bersama sambal colo-colo atau sambal dabu-dabu, sambal segar khas Maluku yang dibuat dari campuran cabai rawit, bawang merah, tomat, jeruk nipis, dan kecap. Disantap dengan nasi panas, singkong rebus, atau papeda, hidangan ini menawarkan pengalaman rasa yang sulit dilupakan.
Selain jadi makanan rumahan, ikan asap juga menjadi komoditas ekonomi. Di pasar tradisional maupun toko oleh-oleh, ikan asap khas Maluku Utara selalu jadi primadona.
“Kalau ada tamu dari luar kota, pasti saya bawakan ikan asap. Ini oleh-oleh paling khas dari Maluku,” ujar Rina, warga Tidore.
Kini, sejumlah pelaku UMKM juga mulai memasarkan ikan asap secara daring, membuka peluang lebih luas agar warisan kuliner Maluku ini bisa dinikmati di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, hingga luar negeri.
Lebih dari sekadar makanan, ikan asap Maluku Utara adalah jejak sejarah dari zaman ketika wilayah ini menjadi pusat perdagangan rempah dunia. Di balik gurihnya rasa, ada cerita panjang tentang laut, kayu, api, dan tradisi yang terus hidup di tengah arus zaman.
(my/my)