PRABUMULIH, ifakta.co- Sebanyak 154 Honorer resah, karena merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah Kota Prabumulih dalam hal pengangkatan PPPK, Minggu (6/7/2025)
Mereka menganggap pemerintah kota tidak adil, dan tebang pilih. Tidak menghargai pengabdian mereka yang sudah terbilang lama, bahkan ada yang sudah bekerja puluhan tahun lamanya.
Ada beberapa keluhan yang disampaikan mereka kepada awak media, salah satunya tentang cara perekrutan PPPK yang dianggap timpang.
Dalam kesempatan wawancara dengan awak media, Maryati mengungkapkan bahwa dirinya sudah 17 tahun menjadi honorer di RSUD. Namun, dia tidak lulus PPPK yang baru-baru ini dilantik.
“Kami ingin agar pemerintah mengutamakan kami yang sudah lama mengabdi, kami dari tahap 1 hanya diambil 56 orang dari 210 yang optimalisasi. Yang lulus kemarin banyak yang dari tahap 2,” ungkapnya.
Selain itu, dari 56 yang lulus itu dari teknis semua, “Dari formasi Teknis semua, tidak ada dari formasi Guru dan Nakes,” tambahnya lagi.
Masih kata Maryati, Ada 46 orang dari RSUD yang sudah menjadi honorer tahunan bahkan belasan tahun tidak lulus PPPK.
“Kami cuma memperjuangkan nasib kami ini pak, sudah 17 tahun mengabdi tapi seakan tak ada perhatian,” harap Maryati warga Kelurahan Cambai.
Dia juga mengatakan, ada yang mendapatkan nilai lebih rendah dari mereka tapi tetap lulus.
Maryati juga mengatakan mereka sudah audiensi ke DPRD mengadukan nasib mereka, tapi tak ada kejelasan.
“Saya bekerja dari gaji masih 300 ribu pak sampai sekarang. Bagaiman nasib kami ini,” tutupnya.
Sementara itu Sudarmono (50) yang sudah mengabdi selama 10 tahun sebagai operator di SDN 33 Prabumulih, juga mengeluhkan akan nasibnya yang tidak jelas.
“Harapan kami agar pemerintah bisa memberikan kesempatan kepada kami semua. Kami minta agar dibukakan semua formasi sehingga kami bisa diangkat jadi PPPK, atau setidaknya pekerja paruh waktu,” ujar Sudarmono.
Penetapan kelulusan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) masih menjadi perbincangan di berbagai daerah.
Banyak masyarakat yang mempertanyakan apakah pemerintah daerah (Pemda) dapat secara sepihak menentukan siapa yang lulus dan tidak dalam seleksi PPPK.
Berdasarkan regulasi terbaru, yakni PermenPANRB Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pengadaan ASN, serta Keputusan Menteri PANRB Nomor 347, 348, dan 349 Tahun 2024, disebutkan bahwa proses seleksi PPPK dilaksanakan secara Nasional melalui sistem Computer Assisted Test (CAT) oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hasil ujian ini bersifat objektif dan menjadi dasar utama kelulusan.
Meski begitu, daerah melalui Panitia Seleksi Daerah (Panselda) tetap memiliki peran penting dalam proses seleksi, seperti mengatur pelaksanaan seleksi di daerah, menyiapkan tempat tes, hingga menyusun peringkat peserta sesuai formasi yang dibutuhkan.
Pemda juga memiliki kewenangan mengusulkan nama peserta dengan nilai terbaik untuk diangkat berdasarkan kuota formasi di daerah masing-masing.
Kepala Biro Hukum BKN, dalam keterangannya, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak dapat meluluskan atau menggugurkan peserta tanpa mengacu pada nilai hasil tes Nasional.
Penetapan kelulusan akhir tetap harus mengikuti passing grade yang ditetapkan pemerintah pusat dan disetujui oleh BKN melalui penerbitan Nomor Induk PPPK (NIPPPK).
Selanjutnya ratusan pekerja honorer ini kedepan berencana akan kembali melakukan audiensi ke DPRD untuk meminta bantuan dari pihak legislatif kota ini. (Edi)