JAKARTA, ifakta.co – Harga logam mulia, khususnya emas, terus menunjukkan tren penguatan seiring dengan meningkatnya permintaan dari bank sentral di berbagai negara serta menurunnya kepercayaan global terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Bank sentral di sejumlah negara, terutama di kawasan Asia, Timur Tengah, dan Amerika Latin, terus mempercepat pembelian cadangan emas sebagai upaya diversifikasi aset dan perlindungan terhadap ketidakpastian ekonomi global. Langkah ini mencerminkan kekhawatiran terhadap stabilitas dolar AS di tengah memburuknya kondisi fiskal Amerika dan ketegangan geopolitik yang berkepanjangan.
Selain itu, terkikisnya kepercayaan terhadap dolar AS juga dipicu oleh kebijakan moneter dan fiskal yang agresif dari pemerintah AS. Defisit anggaran yang membengkak, ketidakpastian politik, serta potensi penurunan peringkat kredit AS membuat banyak investor dan pemerintah negara-negara lain mulai beralih ke aset-aset yang lebih aman dan tangible, seperti logam mulia.
Kombinasi faktor-faktor tersebut mendorong kenaikan harga logam, dengan emas kembali menjadi primadona sebagai lindung nilai terhadap inflasi, depresiasi mata uang, dan ketidakpastian pasar. Di sisi lain, permintaan terhadap logam industri seperti perak dan tembaga juga tetap solid, didukung oleh prospek transisi energi dan pertumbuhan industri global.
Analis memprediksi tren ini akan terus berlanjut dalam beberapa kuartal ke depan, seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan meluasnya de-dolarisasi dalam perdagangan internasional. Permintaan kuat dari bank sentral diperkirakan akan menjadi penopang utama harga logam di tengah volatilitas pasar keuangan global.
(Sb-Alex)