Ketua DPRD Nganjuk Tatit Heru Tjahjono bersama istri dalam agenda Boyong Notoprojo dengan menaiki kereta hias dari Berbek menuju pendopo Kabupaten Nganjuk.(Poto: ifakta.co).
NGANJUK, ifakta.co — Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk Tatit Heru Tjahjono menghadiri kirab tradisi Boyong Noto Projo dan Sedekah Bumi yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Nganjuk pada Kamis (12/06/25).
Acara tersebut merupakan bagian dari pelestarian sejarah perpindahan pusat pemerintahan dari Berbek ke Nganjuk. Boyong pemerintahan itu berlangsung meriah dan sarat makna, diwarnai dengan berbagai prosesi adat yang mengundang antusiasme warga Nganjuk.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Nganjuk semua turut meramaikan diantaranya, Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk Tatit Heru Tjahjono beserta keluarga besar DPRD, Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi bersama istri, Wakil Bupati Tri Handi Cahyo Saputro beserta istri, Kapolres Nganjuk, Kajari Nganjuk, Sekretaris Daerah, para kepala dinas, camat, hingga tokoh masyarakat se-Kabupaten Nganjuk.

Tatit Heru Tjahjono bersama istri saat berjalan kaki menuju pendopo Kabupaten Nganjuk.(Poto: ifakta.co).
Para peserta tampak mengenakan busana adat Jawa dan turut dalam arak-arakan dengan kendaraan tradisional seperti kreto andong yang dihias bak kereta kencana menjadi daya tarik tersendiri dalam prosesi budaya tersebut.
Boyong Noto Projo itu sendiri merupakan simbol perpindahan pemerintahan yang pertama kali terjadi pada tahun 1880 silam, saat Bupati Berbek Rama Adipati Soesro Koesoema memindahkan pusat pemerintahan ke Nganjuk. Sejak saat itu, tradisi ini terus dipertahankan dan diperingati setiap tahunnya, saat ini 2025 tercatat menjadi gelaran ke-145 kalinya.
Rangkaian acara diawali dengan “bedol pusoko” yang membawa berbagai simbol pusaka, seperti tombak Jurang Penatas, Tunggul Noto, dan Kreto Andong Kusumo.
Disusul dengan prosesi “seserahan” dari kakang Adi-Denok, dan penyambutan ubo rampe oleh para pinisepuh, termasuk Ki dan Nyi Saroyo Jati. Ubo rampe tersebut terdiri dari damar ublik, sapu gerang, cengkir gading, janur kuning, kloso bantal, bunga setaman pari pagon, dan Tirto Wening—air suci yang melambangkan kesucian niat dan harapan.
Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk, Tatit Heru Tjahjono, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas suksesnya penyelenggaraan acara. Ia menegaskan pentingnya menjaga semangat gotong royong yang menjadi inti dari tradisi ini.
“Gelar budaya ini bukan hanya untuk melestarikan sejarah, tapi juga menumbuhkan semangat gotong royong dan kebersamaan warga.Boyong Noto Projo menjadi momentum kita bersyukur atas hasil bumi, serta mempererat kolaborasi masyarakat dan pemerintah, untuk itu kita wajib untuk uri- uri (menjaga) tradisi leluhur kita ini” ujar Tatit.

Anggota DPRD Nganjuk dengan pakaian adat Jawa sangat antusias mengikuti jalannya Boyong Notoprojo.(Poto:ifakta.co).
Di sepanjang rute, warga tampak antusias menyambut peserta dengan suguhan gending budalan, umbul-umbul, serta iringan cemeti sebagai lambang pelancar perjalanan.
Dalam prosesi, DPRD turut menyerahkan Sanur Puspito Melati, simbol pembersihan dari halangan dan sengkolo, kepada kusir kereta sebagai penanda berangkatnya arak-arakan.
“Keunikan prosesi ini adalah identitas Nganjuk yang harus terus dijaga dan dikenalkan lebih luas. Dengan kolaborasi seluruh pihak, Boyong Noto Projo bisa menjadi daya tarik utama wisata budaya kita,” tuturnya.
“Dengan agenda sedekah bumi saya berharap agar Kabupaten Nganjuk dapat menjadi tanah yang gemah ripah loh jinawi, dijauhkan dari mara bahaya, dan menjadi ikon pariwisata,” pungkasnya.
Pernyataan tersebut mencerminkan komitmen Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk dalam mendukung pelestarian budaya lokal dan pembangunan daerah melalui semangat kebersamaan dan gotong royong.
(may).