Nganjuk, ifakta.co – Pemerintah Kabupaten Nganjuk menggelar prosesi adat Boyong Natapraja dan Sedekah Bumi ke-145, tahun 2025, pada Kamis (12/6/2025), sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan ungkapan rasa syukur atas perjalanan pemerintahan daerah tersebut.
Kegiatan ini menjadi penanda peristiwa bersejarah berpindahnya pusat pemerintahan dari Berbek ke Nganjuk, yang terjadi pada 6 Juni 1880 silam.
Prosesi dipimpin langsung oleh Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi dan Wakil Bupati Trihandy Cahyo Saputro bersama stakeholder terkait dan semua unsur Forkopimda Nganjuk yang mengambil start dari Alun-Alun Berbek.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dua hal yang sangat identik sebagai simbol sejarah Kabupaten Nganjuk dalam prosesi boyong adalah Pusaka dan Kereta Kuda.

Boyong pusaka yang diarak kereta kuda yang merupakan simbol tradisi sejarah Nganjuk (Poto: ifakta.co).
Prosesi diawali dengan penyerahan dua pusaka oleh sesepuh setempat, yakni tombak Kiai Jurang Penatas dan payung Kiai Tunggul Wulung. Kedua pusaka ini kemudian diarak menggunakan kereta kuda menuju Pendapa KRT Sosrokoesoemo, diikuti oleh bupati, wakil bupati beserta istri, perangkat daerah, lembaga vertikal, badan usaha, hingga masyarakat umum.
Rangkaian kegiatan Boyong Natapraja ini telah dimulai sejak Rabu malam (11/6/2025) melalui prosesi Bedal Pusaka, yakni simbol perpindahan pusaka dari Berbek ke pusat pemerintahan saat ini.
Adapun puncak acara dimeriahkan dengan prosesi Sedekah Bumi, yang ditandai dengan arak-arakan 20 gunungan berisi hasil bumi dari seluruh kecamatan di Kabupaten Nganjuk. Setelah didoakan bersama, gunungan tersebut diperebutkan oleh warga di halaman pendapa.
Meski sempat terjadi saling berebut, suasana tetap berjalan aman dan kondusif berkat pengawasan aparat serta kesadaran masyarakat yang tinggi.
Tahun ini, Boyong Natapraja dan Sedekah Bumi mengusung tema “Notoprojo Bersinergi Membangun Negeri”, sebagai refleksi sinergi lintas elemen dalam membangun Kabupaten Nganjuk yang lebih maju tanpa melupakan akar sejarahnya.
Bupati Marhaen menyampaikan bahwa acara ini merupakan pelestarian budaya sekaligus penghormatan terhadap sejarah panjang Kabupaten Nganjuk.
“Boyong ini tetap digelar sebagai penghormatan terhadap sejarah Kabupaten Nganjuk dan ungkapan rasa syukur. Ini adalah bagian penting dari tonggak sejarah Kota Angin,” ujar Bupati Marhaen.
Boyong Natapraja menjadi tradisi unik sebagai identitas budaya dan sejarah Kabupaten Nganjuk yang perlu dijaga kelestariannya.Selain memperkuat rasa cinta terhadap daerah, kegiatan ini juga menjadi sarana edukasi sejarah bagi generasi muda sekaligus identitas Nganjuk.
(may).