Reformulasi KUHAP: Menuju Sistem Hukum yang Berasaskan Pancasila

- Jurnalis

Sabtu, 31 Mei 2025 - 15:14 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Irjen pol Drs. Hudit Wahyudi M. Hum M.Si

Irjen pol Drs. Hudit Wahyudi M. Hum M.Si

ifakta.co – Perkembangan hukum di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sistem hukum negara penjajah, terutama Belanda. Produk-produk hukum yang masih berlaku, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan representasi dari sistem hukum Eropa Kontinental (civil law) yang diwariskan secara paksa kepada bangsa Indonesia.

Meskipun pada akhir tahun lalu telah disahkan KUHP baru, keberadaan KUHAP sebagai hukum acara pidana masih berakar kuat pada warisan kolonial Belanda, sebelumnya dikenal sebagai Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Di era penjajahan, HIR merupakan instrumen hukum yang bersifat diskriminatif dan eksklusif, serta tidak memberikan keadilan bagi rakyat Indonesia.

Dengan demikian, reformasi terhadap KUHAP seharusnya tidak hanya bersifat teknis atau formalistik, melainkan juga harus menjangkau aspek filosofis dan ideologis dengan menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dalam pengembangan hukum nasional.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sistem Hukum Indonesia: Titik Temu Tiga Asas

Menurut J.H. Merryman, sistem hukum merupakan seperangkat institusi, prosedur, dan aturan hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat tertentu. Sistem hukum Indonesia saat ini merupakan hasil akumulasi dari tiga pengaruh besar:

  1. Sistem Civil Law (Eropa Kontinental): Berbasis pada kodifikasi dan supremasi undang-undang tertulis (written law).
  2. Sistem Common Law (Anglo-Saxon): Bertumpu pada preseden dan putusan hakim (judge-made law).
  3. Asas Pancasila: Asas khas Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan musyawarah mufakat.

Menurut Lawrence M. Friedman, sistem hukum terdiri atas tiga unsur penting, yaitu:

  1. Legal structure (struktur hukum)
  2. Legal substance (substansi hukum)
  3. Legal culture (budaya hukum)
Baca juga :  Keberangkatan Jemaah Haji Kades Cibetok dan Keluarga Anggota DPRD Tangerang Dilepas Secara Khidmat

Jika Indonesia ingin memiliki sistem hukum yang mencerminkan jati diri bangsa, maka reformasi KUHAP harus menyentuh ketiga unsur tersebut, dengan Pancasila sebagai titik sentral dari substansi dan budaya hukumnya.

KUHAP dan Dinamika Sistem Hukum

Secara formal, KUHAP yang berlaku saat ini masih berada dalam koridor sistem civil law, ditandai oleh:

  1. Kodifikasi hukum acara pidana yang tertulis
  2. Pembagian peran secara jelas antara penyidik, penuntut umum, hakim, dan penasihat hukum
  3. Pemutlakan kekuasaan hakim dalam menentukan vonis tanpa adanya partisipasi juri

Namun, tantangan besar muncul ketika nilai-nilai dasar dalam pelaksanaan KUHAP tidak selaras dengan prinsip keadilan substantif. Hal ini menimbulkan wacana untuk mengadopsi unsur sistem common law, seperti penggunaan dewan juri guna mengurangi dominasi kekuasaan tunggal hakim dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam peradilan pidana.

Sistem Dewan Juri: Refleksi Keadilan Partisipatif

Salah satu ciri utama dari sistem common law adalah penggunaan dewan juri (jury system), yang memungkinkan masyarakat berperan dalam menentukan cukup atau tidaknya bukti untuk mengadili seseorang. Grand jury di Amerika Serikat, misalnya, bertugas mendengarkan bukti dari jaksa dan saksi, serta memutuskan secara kolektif apakah perkara layak untuk dilanjutkan ke pengadilan.

Hal ini sejalan dengan pandangan Ronald Dworkin, yang menekankan pentingnya “law as integrity”, yaitu hukum harus mencerminkan nilai-nilai moral dan partisipasi kolektif dalam pencapaian keadilan.

Dengan demikian, penggunaan elemen dari common law tidak harus diartikan sebagai pengingkaran terhadap civil law, tetapi bisa menjadi inovasi transformatif yang mendekatkan proses hukum kepada prinsip keadilan sosial dan partisipatif sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila.

Baca juga :  Camat Gunung Kaler Dampingi Wabup Intan Takziah ke Almarhum Mantan Camat Kresek

Pancasila sebagai Asas Tunggal Hukum Nasional

Sudah saatnya Indonesia menjadikan Pancasila bukan sekadar dasar negara, tetapi juga asas utama dalam pembentukan dan pelaksanaan sistem hukum. Pancasila menekankan lima prinsip dasar: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan Sosial. Semua nilai ini relevan untuk membangun sistem hukum acara pidana yang:

  1. Berkeadilan bagi semua pihak (pelaku, korban, dan saksi)
  2. Menghormati martabat manusia
  3. Menghindari penyalahgunaan kewenangan
  4. Mengutamakan musyawarah dalam penegakan hukum

Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, hukum seharusnya menjadi alat untuk mencapai keadilan dan bukan semata-mata prosedur normatif. Inilah yang disebutnya sebagai “ law as a tool of social engineering ”.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas KUHAP

  1. Aparat Penegak Hukum
    Kurangnya koordinasi antar lembaga, intervensi politik, serta rendahnya integritas menjadi penyebab utama gagalnya pelaksanaan KUHAP yang ideal. Perlu adanya mekanisme perlindungan khusus terhadap aparat penegak hukum yang menjalankan tugasnya secara profesional.
  2. Masyarakat yang Berperkara
    Pelaku dan korban tindak pidana seharusnya menjadi sumber utama informasi dalam merumuskan reformasi hukum acara. Survei terhadap pengalaman mereka dapat menjadi data empirik yang penting untuk menyempurnakan sistem hukum acara.
  3. Hukum Acara Itu Sendiri
    KUHAP perlu terus dievaluasi dan direvisi agar responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Pembaharuan harus berdasarkan riset empiris dan nilai-nilai Pancasila, bukan karena tekanan kekuasaan atau kepentingan politik sesaat.
  4. Budaya Masyarakat
    Budaya hukum bangsa sangat menentukan kualitas penegakan hukum. Tanpa restorasi karakter dan moral kolektif bangsa, hukum akan selalu mudah dibeli dan dimanipulasi. Penutup: Menuju KUHAP yang Pancasilais

Reformasi KUHAP harus menjadikan Pancasila sebagai asas utama. Hal ini sesuai dengan cita hukum Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca juga :  Pemkab Tangerang dan DMI Salurkan 30 Ekor Sapi Kurban untuk 29 Kecamatan

Dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar filosofis, civil law sebagai sistem struktural, dan mengadopsi nilai-nilai substantif dari common law (seperti keterlibatan masyarakat melalui juri), Indonesia dapat membentuk sistem hukum acara pidana yang bukan hanya sah secara hukum (de jure), tetapi juga adil dan bermartabat (de facto).

Mewujudkan KUHAP yang Pancasilais bukan sekadar keinginan idealis, tapi keniscayaan konstitusional. Pancasila bukan hanya dasar negara, tapi mestinya menjadi ruh dari seluruh sistem hukum kita. Seperti dinyatakan Bung Karno: “Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia yang memberi kehidupan pada negara.”

Oleh karena itu, reformasi KUHAP harus melepaskan diri dari belenggu warisan kolonial, tidak perlu latah mengimpor sistem luar, dan mulai membangun jati diri hukumnya sendiri. Hukum acara pidana harus menjadi cermin dari nilai-nilai luhur bangsa, bukan sekadar fotokopi dari praktik asing.

Negara yang merdeka secara hukum adalah negara yang berdaulat secara filosofi. Maka pertanyaan mendasarnya adalah: apakah kita ingin terus berjalan di atas hukum warisan kolonial atau menciptakan sistem hukum yang berpihak pada rakyat dan berakar pada nilai-nilai bangsa sendiri?

Reformasi KUHAP adalah momentum untuk menjawab pertanyaan ini. Dan jawabannya sudah lama ada dalam hati nurani bangsa: Pancasila .

Penulis oleh : Irjen Pol. Drs. Hudit Wahyudi, M.Hum., M.Si

Salam Pancasila
Salam Presisi

(Sb-Alex)

Berita Terkait

Sambut Akhir 100 Hari Program Kerja Bupati dan Wakil Bupati Tangerang, Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Tangerang Tumbuh 17 Persen
Wabup Intan Dorong TP PKK Wujudkan Lingkungan Sehat, Aktif dan Kreatif
Bupati Tangerang Hadiri Munas VI Apkasi di Minahasa Utara
Gubernur Banten Andra Soni: Survei Jadi Evaluasi, Fokus Utama Tetap pada Pelayanan Masyarakat
Wagub Banten A Dimyati Natakusumah : Banten Say No To Drugs Tugas Kita Semua
Gubernur Banten Andra Soni : Membangun Ekosistem Kewirausahaan Penting
Indikasi Pelanggaran Kode Etik: Oknum Pegawai BRI Unit Kresek Terima Angsuran Melalui Akun Dana Pribadi
Program 100 Hari Kerja, Andra Soni – Dimyati Komitmen Wujudkan Banten Maju Adil Merata Tidak Korupsi

Berita Terkait

Minggu, 1 Juni 2025 - 22:21 WIB

Sambut Akhir 100 Hari Program Kerja Bupati dan Wakil Bupati Tangerang, Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Tangerang Tumbuh 17 Persen

Minggu, 1 Juni 2025 - 22:12 WIB

Wabup Intan Dorong TP PKK Wujudkan Lingkungan Sehat, Aktif dan Kreatif

Minggu, 1 Juni 2025 - 21:54 WIB

Bupati Tangerang Hadiri Munas VI Apkasi di Minahasa Utara

Minggu, 1 Juni 2025 - 21:29 WIB

Wagub Banten A Dimyati Natakusumah : Banten Say No To Drugs Tugas Kita Semua

Minggu, 1 Juni 2025 - 15:47 WIB

Gubernur Banten Andra Soni : Membangun Ekosistem Kewirausahaan Penting

Berita Terbaru

–Bupati Tangerang, Moch. Maesyal Rasyid, menghadiri Musyawarah Nasional (Munas) Ke-VI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Hotel Sentra,(foto:istimewa)

Regional

Bupati Tangerang Hadiri Munas VI Apkasi di Minahasa Utara

Minggu, 1 Jun 2025 - 21:54 WIB