Jakarta, ifakta.co – sebagai pusat bisnis dan hiburan di Indonesia memiliki beragam layanan relaksasi, salah satunya adalah spa. Namun, di balik maraknya tempat spa yang menawarkan perawatan tubuh dan kesehatan, terselip praktik-praktik “nakal” yang menyimpang dari fungsi utamanya. Istilah spa nakal merujuk pada tempat-tempat spa yang menyelipkan layanan plus-plus yang tidak sesuai dengan izin usaha dan etika profesi.
Modus Operandi
Spa nakal biasanya beroperasi dengan menyamar sebagai tempat spa atau refleksi biasa. Namun, melalui promosi terselubung, baik lewat media sosial, aplikasi pesan singkat, atau bahkan lewat “kode-kode” tertentu, mereka menawarkan layanan tambahan kepada pelanggan yang bersedia membayar lebih. Beberapa tempat bahkan memiliki daftar “layanan spesial” yang disamarkan sebagai paket eksklusif.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dampak Sosial dan Hukum
Keberadaan spa nakal tidak hanya melanggar peraturan perizinan, tetapi juga dapat berdampak pada citra industri spa secara keseluruhan. Praktik-praktik ini juga berisiko mendorong terjadinya eksploitasi terhadap terapis, terutama jika melibatkan paksaan atau perdagangan manusia. Dari sisi hukum, bisnis seperti ini bisa dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau pelanggaran terhadap Perda Ketertiban Umum.
Upaya Pemerintah dan Aparat
Pemprov DKI Jakarta bersama Satpol PP dan kepolisian secara berkala melakukan razia dan penertiban terhadap tempat-tempat spa yang disinyalir menjalankan praktik menyimpang. Namun, sering kali tempat-tempat ini muncul kembali dengan nama baru atau berpindah lokasi, menandakan bahwa akar masalahnya belum sepenuhnya teratasi.
Solusi dan Edukasi
Selain penegakan hukum, edukasi terhadap masyarakat dan pekerja spa menjadi langkah penting. Masyarakat perlu memahami perbedaan antara spa profesional dan yang menyimpang. Sementara itu, pelatihan dan sertifikasi bagi terapis spa dapat meningkatkan profesionalisme serta melindungi mereka dari eksploitasi.
(Denjojo)