JAKARTA, Ifakta.co – Kepala BPOM RI, Prof. Dr. dr. Taruna Ikrar, M.Si, M.Ed, Ph.D, memimpin pertemuan strategis secara virtual dengan Pharmaceutical Security Institute (PSI) dalam upaya memperkuat pengawasan produk obat pada Senin malam (7/4/2025). Pertemuan yang berlangsung secara online tersebut dihadiri oleh President & CEO PSI Todd Ratcliffe beserta tim.
Dialog antara BPOM dan PSI berfokus pada penguatan mekanisme kerja sama pengawasan obat serta peningkatan sistem pertukaran informasi intelijen. Diskusi ini dilakukan sebagai salah satu upaya melindungi masyarakat Indonesia dari peredaran obat ilegal yang berpotensi membahayakan kesehatan.
PSI merupakan asosiasi perusahaan farmasi global yang didirikan pada 2002 di Washington, D.C. Saat ini keanggotaannya telah berkembang menjadi lebih dari 40 perusahaan farmasi dari berbagai negara. PSI bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat, meningkatkan pertukaran informasi terkait obat palsu, serta mendukung penegakan hukum melalui otoritas yang berwenang.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pertemuan tersebut, PSI menyampaikan bahwa sejak pertemuan di sela kegiatan PSI Regional Meeting di Jakarta pada September 2024 lalu telah banyak kemajuan yang dicapai dalam kerja sama dengan Indonesia. Salah satu terobosan penting yang dicatat adalah penempatan strategis pegawai BPOM yang saat ini menjalani program prestisius The Hubert H. Humphrey Fellowship Program dengan penugasan magang di kantor pusat PSI. Hal ini dapat mempererat hubungan bilateral dan membangun pemahaman komprehensif tentang sistem pengawasan obat dan makanan di kedua belah pihak.
Tren pemalsuan obat yang teridentifikasi oleh BPOM dalam beberapa tahun terakhir yaitu jenis obat lifestyle seperti obat disfungsi ereksi, penurun berat badan, serta obat yang sering disalahgunakan untuk memberikan euforia maupun penenang seperti tramadol dan triheksifenidil. Laporan obat palsu yang diterima ini beredar di marketplace dan telah ditindaklanjuti dengan operasi siber, intelijen hingga penindakan terhadap pelaku.
Pada periode 2023—2024 BPOM telah dilakukan pengajuan takedown terhadap 161.195 tautan hasil patroli siber-komoditas obat. Sebesar 45% dari temuan tersebut merupakan produk obat ilegal termasuk produk tanpa izin edar, importasi ilegal, dan obat diduga palsu.
Regional Director PSI-Asia Pacific Region Ramesh Raj Kishore menambahkan bahwa saat ini BPOM dan PSI sedang bekerja sama menyelidiki tiga jaringan yang menjual obat palsu atau mencurigakan di berbagai platform online. Sebagai langkah tindak lanjut, anggota PSI telah menunjukkan minat untuk menindaklanjuti dengan melakukan penelusuran terhadap jaringan ini serta memulai pembelian sampel obat untuk dilakukan pengujian. PSI juga akan mendukung upaya takedown link penjualan online dari jaringan ini serta penegakan hukum yang akan dilakukan BPOM.
President & CEO PSI Todd Ratcliffe menyampaikan juga bahwa kerja sama ini merupakan awal yang baik dan PSI mengapresiasi hubungan erat yang telah terjalin dengan BPOM. PSI juga menilai bahwa hal ini bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat baik anggota PSI maupun BPOM dalam kegiatan intelijen termasuk upaya memerangi sindikat kriminal pemalsuan obat.
Sebagai upaya memperkuat kerja sama, PSI berinisiatif mengusulkan pelaksanaan webinar pelatihan untuk penyidik BPOM. Webinar ini akan menjadi wadah berbagi pengalaman intelijen dari anggota PSI agar BPOM dapat lebih memahami tentang PSI dan dapat meningkatkan kolaborasi di masa depan.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menyambut baik inisiatif tersebut, “Kami setuju dengan ide PSI untuk mengadakan sesi pertukaran informasi atau pelatihan. Untuk melindungi masyarakat dari obat ilegal, kita membutuhkan keterampilan khusus dan kolaborasi dengan negara lain seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, atau Australia.”
Lebih lanjut, Kepala BPOM mengusulkan agar pelatihan tersebut juga melibatkan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Australia, dan Timor Leste. Taruna menekankan pentingnya kolaborasi regional mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 17.000 pulau dan ribuan entry point yang sulit diawasi sepenuhnya, sehingga bisa menjadi celah masuknya obat ilegal.
Dalam kesempatan yang sama, BPOM juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap terapi canggih seperti sel punca (stem cell). Taruna menjelaskan, “Terapi sel punca memiliki potensi yang sangat baik untuk membantu manusia, tetapi kami juga melihat banyak penipuan terkait hal ini. BPOM memiliki wewenang untuk melindungi masyarakat dengan pemberian sanksi hingga 12 tahun penjara dan denda 5 miliar rupiah bagi yang melanggar.”
Pada akhir pertemuan, BPOM dan PSI menyepakati 3 langkah konkret ke depan yaitu (1) memperkuat kolaborasi antara BPOM dan PSI;(2) mengadakan pertemuan, seminar, atau webinar bersama; dan (3) mempersiapkan kerja sama secara resmi melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). PSI akan segera menyiapkan draf MoU yang nantinya dibahas lebih lanjut dengan BPOM.
(FAZZA/BPOM RI)