TERNATE, ifakta.co – Ternate bukan sekadar pulau indah di utara Maluku. Kota ini adalah titik api sejarah global, tempat para penjajah berebut karena satu alasan: rempah-rempah. Cengkeh dan pala yang tumbuh subur di sini pernah jadi komoditas paling diburu bangsa Eropa. Tapi tak banyak yang tahu bahwa rempah-rempah itu juga melahirkan kekayaan kuliner yang luar biasa — warisan rasa yang masih lestari hingga kini.

Sejarah kuliner Ternate adalah cerminan dari percampuran budaya. Mulai dari pengaruh Melayu, Arab, Portugis, hingga Belanda, semua mewarnai teknik memasak, jenis bahan, dan cara penyajian masakan khas Maluku Utara.

Beberapa makanan tradisional Ternate seperti gohu ikan (sashimi ala Maluku), popeda, ikan bakar rica-rica, dan ikan asap merupakan hasil asimilasi panjang antara kearifan lokal dan pengaruh luar.

Iklan

“Rempah seperti cengkeh, pala, jahe, dan kunyit bukan hanya bumbu, tapi bagian dari identitas,” ujar M. Yahya, sejarawan lokal di Ternate.

Pada masa kejayaannya di abad ke-15 hingga ke-17, Ternate menjadi pusat perdagangan internasional. Para pedagang dari Arab dan Gujarat memperkenalkan beragam teknik memasak dengan rempah kuat dan metode pengawetan seperti pengasapan, fermentasi, dan pengeringan. Teknik-teknik inilah yang kemudian melahirkan kuliner seperti ikan asap, ikan garang, dan berbagai jenis ikan kuah kuning.

Tak hanya makanan berat, kuliner Ternate juga menyajikan beragam kue tradisional berbasis sagu, kelapa, dan gula aren. Misalnya, kue bagea, kue sagu lempeng, hingga minuman khas seperti saguer dan air kenari.

Identitas Rasa yang Terjaga

Meski zaman berubah, masyarakat Ternate masih mempertahankan resep-resep lama dengan penuh kebanggaan. Makanan tak sekadar kebutuhan, tapi simbol budaya dan kebersamaan.

“Hidangan di sini bukan cuma soal enak. Setiap gigitan punya cerita,” ujar Ibu Rahma, pengusaha kuliner di Kelurahan Kalumata.

Di masa kini, banyak anak muda Maluku Utara yang mulai mendokumentasikan dan mengangkat kuliner leluhur ke media sosial, festival makanan, hingga dijadikan produk UMKM siap ekspor.

Ternate mengajarkan satu hal: bahwa rasa adalah memori, dan kuliner adalah cara terbaik untuk menjaga sejarah tetap hidup.

(my/my)