JAKARTA, ifakta.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya angkat bicara terkait laporan dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) senilai Rp3,3 triliun yang menyeret nama Anggota DPR asal Bali, Gede Sumarjaya Linggih (GSL) alias Demer.
Namun, alih-alih memberikan kepastian hukum, respons KPK justru terkesan normatif dan berbelit-belit.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki akses informasi terkait laporan yang masuk ke Direktorat Penerimaan Layanan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia hanya memastikan bahwa setiap laporan yang diterima akan melalui proses verifikasi dan telaah sebelum ditindaklanjuti.
“Saya tidak memiliki akses info proses di tingkat pelaporan karena bersifat rahasia. Dan hanya pelapor saja yang bisa bertanya dan diupdate,” kata Tessa, seperti dikutip dari Balijani.id, Selasa (18/2/2025).
Tessa menyampaikan, secara umum pelaporan yang masuk akan diverifikasi, telaah, dan pulbaket terlebih dahulu, dan akan dinilai apakah ada yang perlu dilengkapi dari pelapor atau bisa ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan.
Pernyataan tersebut justru semakin memicu pertanyaan publik. Benarkah KPK serius menangani kasus ini? Ataukah ada upaya memperlambat proses hukum terhadap politisi kawakan Partai Golkar itu?
Bahkan kasus ini mencuat setelah Pegiat Anti Korupsi asal Bali, Gede Angastia melaporkan dugaan keterlibatan Demer dalam proyek APD pada 8 Februari 2025.
Angastia mengungkap bahwa dokumen notaris tahun 2020 menunjukkan Demer pernah menjabat sebagai komisaris di perusahaan yang mendapatkan proyek tersebut, meski dirinya saat itu sudah menjabat sebagai anggota DPR RI.
“GSL tercatat sebagai komisaris dari Maret hingga Juni 2020, saat proyek tersebut digulirkan. Ini jelas melanggar Pasal 236 UU Nomor 17 Tahun 2014, yang melarang anggota DPR terlibat dalam proyek pemerintah yang bersumber dari APBN,” tegas Angastia dalam keterangannya kepada ifakta.co, Jumat (14/2/2025).
Tak hanya itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan dugaan penyimpangan dalam proyek ini, yang ditaksir merugikan negara hingga Rp319 miliar.
Beberapa pihak telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk petinggi PT EKI, perusahaan yang mendapatkan proyek tersebut.
Namun, hingga kini KPK belum memberikan sinyal tegas apakah Demer akan dipanggil untuk diperiksa.
Demer sendiri dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Dalam berbagai kesempatan, ia menolak keterlibatannya dalam kasus pengadaan APD dan bahkan menyeret konsep karmapala (hukum sebab-akibat dalam ajaran Hindu) dalam pembelaannya.
“Mudah-mudahan siapapun itu berniat jahat dan menjadi bagian dari itu, saya percaya akan mendapat karmanya, dan saya tahu maksudnya, semoga Tuhan Ida Sang Hyang Widhi memberikan karmanya. Satyam Eva Jayate,” ujar Demer.
Adapun pernyataan ini justru menuai sorotan. Alih-alih memberikan klarifikasi berbasis hukum, Demer justru tampak bermain narasi spiritual seolah dirinya adalah korban fitnah.
Di tengah polemik ini, publik masih menunggu langkah nyata KPK. Angastia sendiri menegaskan bahwa dirinya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Saya hanya ingin memastikan bahwa hukum berlaku untuk semua orang, tidak ada yang kebal hukum. Jika KPK lamban, saya akan membawa kasus ini langsung ke Presiden dan Wakil Presiden,” tegasnya.
Kasus dugaan korupsi APD ini menjadi ujian besar bagi integritas KPK. Apakah lembaga antirasuah ini benar-benar berani menindak tegas siapapun yang terlibat, termasuk seorang politisi senior?
Ataukah kasus ini akan berakhir seperti banyak skandal lain dibiarkan tenggelam tanpa kejelasan?