Ilustrasi proyek DAK yang sarat akan penyimpangan dan kurangnya transparansi sehingga merugikan kepentingan umum dan hanya menguntungkan pribadi maupun golongan.
NGANJUK ifakta.co – Pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik tahun anggaran 2024 kembali menjadi sorotan publik, terutama di tahun politik yang rawan digunakan untuk kepentingan tertentu.
Proyek-proyek bernilai puluhan miliar rupiah di Kabupaten Nganjuk pun mendapat perhatian khusus dari masyarakat, yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Ir. Sukonyono, MT, mantan Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Infrastruktur Kabupaten Nganjuk, dana-dana bantuan dari pusat seperti DAK, Dana Insentif Fiskal (DIF), hingga Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) harus dikelola dengan pengawasan ketat.
“Seperti proyek pembangunan jembatan Mungkung di Kecamatan Rejoso, misalnya, dengan anggaran hampir Rp 9,3 miliar, kini jadi perbincangan karena mengalami keretakan di bahu jembatan. Ini menimbulkan pertanyaan besar terkait kualitas pengerjaan dan pengawasan,” ungkapnya.
Kerusakan pada jembatan tersebut diketahui setelah diperiksa Badan Pengawas Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Timur pada 20 November 2024.
Dengan kontrak pengerjaan dimulai 7 Juni 2024 dan target penyelesaian 150 hari kalender, proyek ini bahkan belum diserahterimakan ke Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP). Keretakan bangunan oprit akibat amblesnya tanah pendukung struktur memicu kritik tajam dari masyarakat dan media sosial.
Ketua Komisi III DPRD Nganjuk, Gondo Hariyono, bersama timnya langsung menggelar rapat kerja dengan Dinas PUPR, kontraktor CV Arkananta, serta konsultan perencana dan pengawas.
“Tahun politik ini banyak proyek jalan dan jembatan yang menggunakan DAK fisik dengan nilai fantastis. Tujuannya memang mendukung konektivitas daerah, tetapi pengawasan harus ditingkatkan agar tidak ada penyimpangan,” tegas Gondo.
Proyek lain yang juga menjadi perhatian adalah rekonstruksi Jalan Kuncir–Sidorejo senilai Rp9,25 miliar oleh CV Bangun Maju Karya, serta Jalan Sidorejo–Ngliman senilai Rp7,77 miliar oleh CV Anugrah Teknik. Fungsi kontrol masyarakat dan DPRD menjadi krusial mengingat besarnya nilai anggaran yang dikelola.
Pujiono, SH.,MH cpeneliti kebijakan publik, mengungkapkan bahwa CV Arkananta, salah satu penyedia barang dan jasa (PBJ) pemerintah, rutin masuk 10 besar kontraktor dengan nilai kontrak tertinggi sejak 2022.
“CV Arkananta dan sejumlah kontraktor lain seperti CV Mega Praktica dan CV Anugrah Teknik, menguasai kontrak proyek bernilai besar. Ini perlu diawasi, apalagi ada indikasi penggunaan metode penunjukan langsung untuk proyek-proyek di bawah Rp200 juta,” jelas Pujiono.
Pada 2023, proyek infrastruktur di Nganjuk menyerap 93 persen dari total anggaran konstruksi sebesar Rp48,81 miliar. CV Arkananta tetap menjadi pemain utama, bahkan di proyek-proyek dengan mekanisme penunjukan langsung, termasuk di Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan.
Kritik juga diarahkan kepada lembaga pengawas seperti Inspektorat, Kejaksaan, BPK, dan kepolisian, yang dinilai belum optimal dalam mengawasi proyek bernilai lebih dari Rp1 miliar. Lemahnya pengawasan ini memunculkan kekhawatiran akan adanya penguasaan proyek secara sistematis oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik.
“Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas pemerintah. Media massa dan masyarakat juga harus terus memantau agar tidak ada penyalahgunaan dana publik demi kepentingan kelompok tertentu, terutama di era pemerintahan Presiden Prabowo, yang berkomitmen menindak tegas pelanggaran hukum,” tambah Pujiono.
Kasus ini menjadi alarm bagi pemerintah Kabupaten Nganjuk dan pihak terkait untuk memperbaiki manajemen proyek, meningkatkan pengawasan, dan menjamin dana publik digunakan sesuai tujuan, bukan untuk kepentingan sempit yang merugikan masyarakat.
(MAY).