NGANJUK ifakta.co– Lurah Banaran, Kecamatan Kertosono, Nganjuk diduga melakukan praktek pungutan liar (pungli) terhadap warganya sendiri.
Adapun besaran dana yang dipungut itu yakni sebesar tujuh puluh ribu per RW dana ini kemudian diambil oleh kader posyandu melalui bendahara rukun warga (RW).
Praktek dugaan pungli itu menjadi beban oleh sebagian warga kelurahan Banaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya sangat keberatan jika harus dimintai uang untuk program di kelurahan, lah kita kan hidup masih susah, koq malah disuruh nyumbang pemerintah,” ujar salah satu warga A (50 ) bukan inisial sebenarnya) , kepada ifakta.co, Rabu (11/12).
Menurut A, praktek pungli itu sudah berlangsung hampir setahun lamanya.
“Udah setahun pungli ini berlangsung,” imbuhnya.
A meminta kepada bupati Nganjuk agar melakukan investigasi terkait dugaan pungli yang dilakukan oleh Lurah Banaran. Sebab kata dia, apapun alasannya tetap jika pemerintah meminta uang kepada masyarakat itu tidak dibenarkan.
“Apapun dan berapapun saya menilai ini salah dan harus diluruskan,” tandasnya.
Sementara itu Lurah Banaran Firman menampik jika uang yang digalang dari warganya tersebut disebut pungli tapi uang suka rela.
Meski demikian dia tidak mengelak soal iuran yang dipungut dari warga melalui tangan RW.
“Iya memang benar ada iuran itu, intinya gini sebelumnya telah ada kesepakatan antara kader dan RT / RW namun ada RW yang kas dananya gak muat atau gak memungkinkan, yaa RW tersebut gak ikut iuran kok,” ungkap Firman pada ifakta.co Rabu (11/12/24) siang.
Untuk Kelurahan Banaran sendiri memiliki RW sejumlah 18. Firman sendiri menyanggah jika uang tersebut dikatakan sebagai tarikan untuk warga yang tergolong pungli, menurutnya dana itu merupakan hasil kesepakatan bersama.
“Intinya iuran itu kesepakatan secara sukarela dari lingkungan,la itu “pitunge” ( koordinasinya) antara kader dan juga mungkin dari Bu Bidan selaku pembina kader,” urainya.
“Bukan menarik warga lo ya, itu cuma iuran kesepakatan, saya tidak memerintahkan menarik,’ tambahnya.
Dikatakan Iuran ini merupakan kesepakatan warga,.dirinya mengaku tidak memaksa.
“Nominalnya saya kurang tau, mungkin ada yang 70 ribu, ada yang kurang hanya 50 ribu saja, sesuai dengan kekuatan lingkungan,” ujarnya.
Menurut pengakuan Firman dana APBD Kelurahan tidak mencukupi karena di bidang kesehatan itu ada beberapa kegiatan dan bukan hanya posyandu saja.
“Yaa memang dananya tidak mencukupi karena contohnya kegiatan ILP, SOTH itu loh gak ada anggaran, programnya bagus tapi gak ada anggarannya jadi ya anggaran kami sendiri,” pungkasnya.
(may)