SEMARANG, ifakta.co – Tumbang Tambang merupakan kisah cerita tentang kehidupan sebuah keluarga kecil yang terdiri dari Pak Firman dan anaknya semata wayangnya, bernama Tara.
Ibu Tara meninggal dunia saat melahirkannya sehingga Tara hanya dibesarkan oleh ayahnya yang memiliki sebuah kebun karet yang cukup cukup luas. Sayangnya harga karet yang terus menurun membuat penghasilan Pak Firman hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar gaji para pekerja kebun.
Suatu hari, Tara menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi kepada ayahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mendengar hal itu Pak Firman merasa bingung dan tertekan, karena ia tidak tahu bagaimana caranya mengumpulkan uang yang cukup untuk membayar kuliah Tara.
Dalam kebingungannya muncul tawaran dari seorang investor asal Jakarta yang ingin membeli kebunnya untuk dijadikan tambang batu andesit. Tawuran ini memaksa Pak Firman berada dalam dilema besar, apakah ia akan menjual kebun karet satu-satunya demi masa depan pendidikan anaknya atau mempertahankan kebun tersebut yang telah menjadi sumber penghidupannya selama ini.
Penulis dan Sutradara
Naskah ini sendiri diciptakan oleh Miftahul dan Ariesta Vandera alias Aray dengan Aray juga bertindak sebagai sutradara.
Aray menjelaskan sipnotis ini mencerminkan ketegangan yang dihadapi oleh Pak Firman, antara cinta seorang ayah yang ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, serta keyakinannya untuk mempertahankan kebun yang telah diwariskan turun temurun.
“Naskah judul Tumbang Tambang sendiri pada intinya menceritakan tentang sebuah kebun karet yang awalnya menjadi sumber penghidupan warga sekitar. Namun kebun tersebut diubah menjadi tambang batu andesit oleh sekelompok orang kaya yang didorong oleh keserakahan. Akibatnya warga terus menanggung dampak buruk dan kerusakan alam seperti polusi udara dan tanah dan hilangnya sumber penghidupan,” ujar Aray, Kamis (21/11).
Menurutnya, digarapnya naskah Tumbang Tambang diharapkan penonton sadar bahwa keserakahan bisa membawa kehancuran, tidak hanya bagi alam, tetapi juga bagi masyarakat yang bergantung pada kelestariannya lingkungan. Makan harus dijaga dengan bijak.
“Sementara itu, keputusan yang merusak alam demi kepentingan pribadi akan berdampak pada penderitaan bagi banyak orang,” pungkasnya.
Tumbang Tambang akan tampil di Gedung UKM Universitas Negeri Semarang (UNNES) pada Sabtu, 23 November 2024.
(aray/ris)