JAKARTA, ifakta.co – Pelantikan ratusan pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta berbau politis. Karena, itu dilakukan menjelang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2024.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Univ Prof Dr Moestopo (B), Lukman Hakim mengendus pelantikan pejabat eselon 2, 3 dan 4 di lingkungan Pemprov DKI Jakarta berbau politis lantaran kebijakan rotasi dan mutasi pejabat menjelang pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta, pada 27 November 2024.
“Kebijakan mutasi dan rotasi ini tidak ada urgensinya, karena menjelang Pilkada jadi sangat politis,” kata Lukman saat dikonfirmasi, Jumat (15/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahkan, Lukman mendesak Kemendagri untuk melakukan supervisi dan evaluasi Pj. Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyadi.
“Kalau pergantian ini ada kepentingan politik, dapat menggangu kerja profesionalisme dan prinsip netralitas birokrasi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta,” ujarnya.
Namun, pihaknya menduga bisa terjadi preseden buruk yang dapat mencederai demokrasi pada penyelenggraan Pilkada DKI Jakarta.
Selain rotasi, Lukman menyesalkan adanya pembagian Bansos untuk kepentingan politik melalui camat dan lurah. Hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan juga dapat dikualifikasi sebagi pelanggaran etika berat.
Menurutnya pasal 80 ayat (3) UU Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, disebutkan bahwa pejabat pemerintahan yang terbukti menyalahgunakan wewenang dapat dikenakan sanksi administrasi berat.
“Sanksi administrasi berat dapat berupa pemberhentian tetap tanpa memperoleh fasilitas apapun,” tegasnya.
Sontak, Lukman pun mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri berbagai kemungkinan, termasuk dalam transaksi keuangan pihak terkait jika ada indikasi potensi penyimpangan, baik dalam hal mutasi maupun rencana distribusi Bansos.
“Warga Jakarta berhak untuk memilih pemimpinnya secara demokratis dan bermartabat demi masa depan mereka yang lebih baik,” pungkasnya.
Sementara itu, Eksponen Aktivis 98, Wisnu Simba mengaku geram dengan kebijakan Pj. Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyadi lantaran rotasi yang dilakukannya menjelang pelaksanakan Pilkada pada 27 November 2024.
“Kalau rotasi dan mutasi menjelang Pilkada sangat mencederai proses demokrasi dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta,” kesalnya.
Wisnu juga mengecam akan melakukan konsolidasi Eksponen aktivis 98 bersama mahasiswa, buruh dan masyarakat untuk menggeruduk gedung Balaikota DKI Jakarta.
“Kalau tidak bisa dihentikan, kami siap geruduk gedung Balaikota bersama elemen masyarakat Jakarta,” kecamnya.
Diberitakan sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi melantik 305 pejabat administrator, pengawas, dan ketua subkelompok di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Perombakan pada posisi setingkat camat hingga lurah ini dilakukan Teguh meski belum satu bulan menjabat sejak 20 Oktober lalu.
Teguh mengatakan, bahwa pelantikan dan pengambilan sumpah atau janji pejabat dilakukan setelah melewati serangkaian prosedur dan mekanisme sesuai ketentuan berlaku.
Adapun, rangkaian mekanisme pengangkatan pejabat sudah dilakukan sejak Agustus lalu.
Teguh juga memastikan tak ada faktor bersifat pribadi dalam pemilihan pejabat ini. Ia mengeklaim tak ada pejabat yang diangkat karena hal transaksional.
“Jadi, bukan suatu proses yang instan. Saya melakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan kewenangan. Tidak ada faktor like and dislike, tidak ada faktor transaksional. Apabila ditemukan faktor itu, silakan Bapak dan Ibu bisa melaporkannya,” tutupnya.