JAKARTA, Ifakta.co – Hari pertama perdagangan pekan ini akan menjadi ‘gong’ dimulainya kalender kerja pemerintahan baru di bawah Presiden RI Prabowo Subianto yang telah mengucapkan sumpah jabatan kemarin di Gedung MPR/DPR-RI.
Kepastian posisi pivotal seperti menteri keuangan yang kembali dijabat oleh Sri Mulyani Indrawati, sesuai harapan pasar, akan menjadi sentimen positif yang dapat mengungkit pamor rupiah dan aset-aset di pasar keuangan domestik.
Sinyal itu sudah terlihat di pasar offshore pagi ini. Rupiah NDF-1M dibuka menguat melanjutkan penguatan pekan lalu dan pada pukul 5:15 WIB, rupiah forward diperdagangkan kuat di Rp15.490/US$. Begitu juga rupiah NDF-1W yang menguat di kisaran Rp15.473/US$.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada saat yang sama indeks dolar AS cenderung lemah pagi ini meski masih di kisaran 103,47.
Level rupiah NDF itu tidak terlalu jauh dengan posisi penutupan rupiah spot pekan lalu di Rp. 15.465/US$, yang mencerminkan penguatan mingguan 0,74%. Berdasarkan sumber satu data perdagangan, nilai tukar USD per September berada di Rp. 15. 138
Potensi penguatan rupiah hari ini juga didukung oleh sentimen regional yang cenderung positif.
Pada pembukaan pasar pagi ini, mayoritas mata uang Asia menguat dipimpin oleh ringgit yang naik 0,09% nilainya, lalu won Korsel menguat 0,08%.
Yuan offshore juga menguat 0,03% disusul dolar Hong Kong juga naik tipis 0,01%. Sementara dolar Singapura tergerus 0,02%. Yen Jepang, salah satu mata uang jangkar di Asia, terpantau menguat pagi ini 0,1%.
Pelaku pasar juga akan menanti pengumuman kebijakan suku bunga pinjaman (loan prime rates) People Bank of China.
Sementara Bank Indonesia akan melansir hasil Survei Perbankan kuartal III-2024. Dari Amerika, beberapa pejabat The Fed, bank sentral AS, dijadwalkan bicara di berbagai forum.
Sepanjang pekan lalu, rupiah menguat secara mingguan sebesar 0,74%. Begitu juga rupiah JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) atau kurs tengah Bank Indonesia, yang menguat hingga 0,91% pekan lalu.
Penguatan rupiah itu berkat sentimen kepastian isi kabinet Prabowo sehingga tetap bisa berlangsung meski indeks dolar AS pada saat yang sama bergerak perkasa dengan kenaikan 0,6% ke level 103,49.
Selain itu, rupiah juga tetap bertahan kendati terjadi arus jual modal asing di instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Laporan BI, selama periode 14-17 Oktober, pemodal asing telah menjual SRBI senilai Rp5,31 triliun.
Pada saat yang sama, asing mencatat posisi net buy Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp3,3 triliun dan saham Rp930 miliar. Dalam lelang rutin SRBI pada Jumat pekan lalu, BI memutuskan menyerap lebih banyak hingga Rp23 triliun, nilai penjualan terbesar sejak Juli lalu di tengah kenaikan tingkat bunga yang diminta oleh investor.
Investor meminta tingkat bunga diskonto rata-rata di 6,88%, tertinggi sejak 20 September dengan total permintaan masuk (incoming bids) naik 18% menjadi Rp24,99 triliun.
Tingkat bunga diskonto lebih tinggi yang diminta oleh investor akhirnya mendorong BI menaikkan bunga diskonto SRBI.
Untuk SRBI-12 bulan, tenor terpanjang, bunga diskonto dimenangkan di level 6,87%, lebih tinggi dibanding lelang sebelumnya di 6,83% dan menjadi yang tertinggi sejak 13 September lalu.
Langkah BI yang terbaca dari lelang SRBI terakhir menunjukkan bank sentral tidak mau mengambil risiko menghadapi ketidak pastian pasar global yang meningkat beberapa waktu terakhir dan sempat melambungkan lagi tingkat imbal hasil investasi AS. Yield Treasury, surat utang AS, tenor 2Y sempat menyentuh 4% dan tenor acuan 10Y kini konsisten sedikit di atas 4%.
(joe/joe)