JAKARTA, ifakta.co – Akademisi yang juga Praktisi Hukum dan Komunikasi Muda, Syamsul Jahidin mengharapkan Artis Deodatus Andreas Dedy Cahyadi Sunjoyo atau dikenal dengan panggilan Dedy Corbuzier dihadirkan dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada 24 Oktober 2024 mendatang.
Pasalnya, Deddy Corbuzier sebagai sosok yang digugat, tidak hadir. Ia diwakili pihak Kementerian Pertahanan, bagian yang memberikan pangkat kepada sang artis tersebut.
“Jadi yang saya gugat adalah pangkat Letkol Titulernya, bukan pribadinya. Makanya dihadiri dari kuasa hukum Kemhan,” kata Managing Partner Litigation ANF Law Office, Syamsul di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, saat jumpa pers pada Kamis (17/10/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diketahui, saat ini sidang gugatan Syamsul atas pangkat Letkol Tituler Deddy Corbuzier sudah berlangsung empat kali. Agendanya, masih seputar kelengkapan berkas.
Adapun penganugerahan pangkat letnan kolonel tituler pada Desember 2022 lalu dari Prabowo untuk Dedy itu berdasarkan PP No. 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit yakni Pasal 5 ayat 2, Pasal 29 beserta penjelasannya. Ia juga diangkat berdasarkan Peraturan Panglima TNI No. 40 tahun 2018 tentang kepangkatan prajurit TNI Pasal 35.
Keputusan itu telah disetujui oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman, karena dinilai memiliki kemampuan khusus yang dibutuhkan TNI, yakni kapasitas komunikasi di sosial media.
“Jadi, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 1959 dan Undang Undang No 2 Tahun 1957 bahwa faktanya Indonesia sedang dalam keadaan damai dan tidak sedang dalam keadaan perang. Jadi itu tidak masuk unsur urgentsitas pemberian pangkat tituler kepada Dedy Corbuzier,” kata Syamsul.
Syamsul menyatakan bahwa PP Nomor 35 Tahun 1959 itu mengatur tentang pemberian pangkat militer khusus.
Menurut Syamsul, berdasarkan ketentuan PP tersebut, tidak ada kondisi mendesak yang menjadi dasar pemberian pangkat tituler kepada Dedy Corbuzier.
Syamsul menilai, bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) karena pemberian pangkat tituler itu dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.
Bahkan, ia khawatir pemberian pangkat tituler Dedy Corbuzier akan berulang dalam waktu kedepan.
“Jika hanya memiliki akun YouTube dan lain-lain diberikan pangkat tituler, maka secara otomatis, banyak yang bisa diberikan pangkat letkol tituler,” ujar Syamsul.
Syamsul pun lantas memberikan contoh selebriti yang memiliki banyak follower. Bisa saja pangkat-pangkat semacam itu diberikan kepada para pesohor tersebut hingga orang yang memiliki jutaan pengikut di media sosial meskipun belum memiliki kontribusi yang penting.
“Contoh Raffi Ahmad. Jadi bukan hanya doktor saja, King Uya Kuya maupun para artis lain yang memiliki follower banyak (bisa dapat pangkat),” imbuh Syamsul.
Namun, Syamsul mengaku bahwa pemberian pangkat ini juga dinilai bisa memicu kecemburuan sosial.
Dari sini, Syamsul mau tahu apakah pemberian pangkat tersebut sudah melalui prosedur yang ada.
“Jadi tujuan gugatan ini, bertujuan menguji validitas apakah pemberian sudah melalui aturan hukum yang ada,” ucap Syamsul.
Oleh karena itu, Syamsul meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Fajar Kusuma Aji menyatakan bahwa produk hukum yang diterbitkan Tergugat I, II, dan III ialah cacat hukum.
“Memerintahkan Tergugat I, II, dan III mencabut pangkat tituler tergugat IV seketika terhitung setelah dibacakannya putusan yang berkekuatan hukum tetap,” sebagaimana bunyi permohonan Syamsul seperti dikutip dari petitum.
Sebagai informasi, gugatan itu telah teregister pada 21 Agustus 2024 lalu dengan Nomor Perkara 508/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst atas perbuatan melawan hukum (PMH).
Selain itu, persidangan gugatan Syamsul itu akan dilanjutkan pada Kamis (24/10) dengan agenda mediasi.