JAKARTA, ifakta.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAZ) agar mengutamakan akuntabilitas penyaluran zakat.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat menjadi narasumber Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) BAZNAS 2023 yang diselenggarakan pada 20-22 September 2023 di Hotel Sultan, Jakarta.
Ghufron mengatakan, BAZNAS adalah lembaga yang pejabatnya dilantik berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Sehingga proses mulai dari kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai akuntabilitasnya harus dilakukan secara akuntabilitas keuangan negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Anda dilantik berdasarkan undang-undang, artinya pengurus BASNAZ jadi bagian dari penyelenggara negara. Maka asas pengelolaan zakat yang digunakan salah satunya adalah asas akuntabel,” kata Ghuforn.
Karena sudah diundangkan dalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, Maka kata dia akuntabilitasnya dilakukan secara akuntabilitas keuangan negara.
Sementara itu Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto yang turut jadi narasumber menekankan pendidikan yang disebut sukses sebagai bagian dari sasaran dan tujuan Indonesia Emas tahun 2045 adalah kualitas sumber daya manusia yang berintegritas.
“Untuk mewujudkan Indonesia Emas, diperlukan agenda-agenda transformasi yang tiga diantaranya transformasi sosial, didalamnya berisikan pentingnya pendidikan yang mencetak sumber daya manusia berintegritas dan pentingnya kesehatan,” ujar Suminto.
Menurutnya, peran dari pengelolaan zakat ini sangat penting, terutama dalam proses transformasi sosial, transformasi ekonomi dan tata kelola.
Dari proses pengumpulan zakat, menurut Ghufron dengan adanya UU No.23 Tahun 2011 tersebut, BAZNAS tidak boleh mengumpulkan zakat secara sembarangan karena mulai dari pengumpulan hingga pendistribusian zakat semua dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban itu melibatkan auditor BPKP, BPK , kejaksaan, polisi dan KPK.
KPK terlibat dari aspek pengelolaan keuangan negara yang masuk menjadi bagian dari objek Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu jika menyalahgunakan wewenang, dan jika mengelolanya dilakukan secara melawan hukum.
“Secara melawan hukum itu berarti melakukan hal yang bertentangan dengan aturan. Sedangkan menyalahgunakan wewenang terbagi tiga, yaitu melampaui wewenang, menggunakan wewenang tidak untuk kepentingan publik tapi untuk kepentingan pribadi dan golongan tertentu, dan ketiga digunakan secara tidak prosedural,” pungkas Ghufron.