ifakta.co, TANGSEL – Setelah beberapa kali mangkir dalam perundingan Bipartit dan Tripartit terkait pembayaran Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) sektor I Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Tahun 2020, akhirnya pihak perusahaan PT SCG Readymix Indonesia menghadiri panggilan mediasi Tripartit Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Tangsel, Serpong, Rabu (8/7/2020).
Dalam perundingan Tripartit tersebut, pihak perusahaan PT SCG Readymix Indonesia yang diwakilkan oleh Sonny Simorangkir, Rizqi Robbani Hanif dan Edo Leonardo menyampaikan pendapat perusahaan menolak pembayaran UMSK sektor I Tangsel Tahun 2020 dihadapan mediator Mohamad Ozi dan Serikat Pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPL -FSPMI) diwakilkan Sekertaris Pimpinan Cabang Tangerang Raya Kristian Lelono.
Sekertaris Pimpinan Cabang SPL-FSPMI Kristian Lelono mengaku kecewa dengan sikap manajemen. Perusahaan beralasan tidak membayar UMSK sektor I Tangsel tahun 2020 karena biaya operasional tinggi padahal perusahaan belum menjalankan penyesuaian upah, yakni memberlakukan UMSK sektor I Tangsel tahun 2020 sesuai dengan SK gubernur Banten no.561/Kep 349 huk/2019 dan kesepakatan perusahaan dengan karyawan yang tertuang dalam Perjanjian Bersama (PB) Tangerang Raya pasal 3 ayat 1 yang menyepakati upah sektoral dibayar mulai Januari.
“Faktanya penyesuaian upah tersebut belum dijalankan sampai sekarang. Kalau perusahaan tidak sanggup bayar karena cost tinggi, seharusnya disambut pada Bipartit Febuari hingga Maret. Tapi kenyataannya perusahaan abai dan menganggap acuh pada permohonan Bipartit dari pihak pekerja, maka pencatatan ini harus dilakukan,” katanya.
Lanjutnya menjelaskan, pihaknya masih menawarkan untuk bermediasi kembali.
“Pada mediasi tadi kami juga menawarkan sebagai itikad baik bahwa kalau ada perubahan angka nilai upah maka kami masih bisa ketemu untuk mediasi meskipun sesuai Undang – undang Nomor : 2 tahun 2004 mediasi itu terbatas hanya tiga puluh hari kerja. Namun, pihak perusahaan yang diwakilkan pak Sonny mengatakan besok pun jika diundang kembali untuk berunding, perusahaan tetap akan membawa angka yang sama,” katanya.
Kristian juga menjelaskan, pihak pekerja meminta langkah konkrit dari mediator atas sikap perusahaan tersebut.
“Mendengar jawaban perusahaan yang menolak penawaran untuk berunding kembali maka kami pun meminta kepada mediator untuk menerbitkan anjuran. Adapun anjuran yang kami minta adalah pertama, upah yang dibayarkan kepada karyawan sekurangnya adalah UMSK sektor I Tangsel tahun 2020. Kedua, karena tidak naik upah, yang seharusnya peninjauan upah dilakukan satu tahun sekali pada bulan Januari, maka diminta kekurangan pembayaran upah dari Januari sampai dengan Juli. Pihak mediator pun berjanji akan mengeluarkan anjuran paling lambat tanggal 15 Juli 2020,” jelasnya.
Sementara mediator Disnaker tangsel Mohamad Oji mengatakan hal yang sama atas sikap dari pihak perusahaan PT SCG Readymix Indonesia yang menolak membayar UMSK sektor I Tangsel tahun 2020 kepada karyawan.
“Pihak perusahaan harusnya membayar upah sesuai UMSK sektor I Tangsel tahun 2020. Alasannya, Sejak awal Disnaker Tangsel sudah berkirim surat pemberitahuan terkait UMSK sektor I Tangsel tahun 2020 kepada perusahaan sebelum rekomendasi nilai upah diberikan kepada pemerintah provinsi Banten untuk disahkan. Sampai ketentuan UMSK sektor I Tangsel disahkan pihak perusahaan pun tidak merespon keberatan,” katanya.
Lanjut Ozi, dengan tidak adanya respon keberatan dan tidak adanya permohonan penangguhan upah, maka kita menganggap PT SCG Readymix Indonesia mampu membayar UMSK sektor I tahun 2020.
“Jika memang tidak mampu, seharusnya pihak perusahaan merespon permohonan dari serikat pekerja untuk Bipartit. Apabila ada kesepakatan nilai upah antara pekerja dengan pengusaha maka nilai upah yang digunakan adalah upah kesepakatan bukan UMSK sektor I Tangsel tahun 2020. Hal itu tertuang dalam risalah dewan pengupahan Kota Tangsel,” tambahnya.
Ozi juga mempertanyakan pernyataan dari perwakilan PT SCG Readymix Indonesia yang mengklaim bahwa manajemen akan melakukan proses pemutusan hubungan kerja kepada karyawan dan sudah melakukan penutupan plant tertanggal 12 juni 2020 namun sayangnya perusahaan belum melaporkan ke Disnaker Tangsel.
“Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan mewajibkan setiap pengusaha atau pengurus untuk melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada menteri atau pejabat yang berwenang. Seharusnya perusahaan melaporkan ke Disnaker Tangsel terlebih dahulu. Setelah itu, Disnaker Tangsel akan melakukan peninjauan alasan perusahaan tutup dan hak-hak pekerja apakah sudah terpenuhi sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Ozi.
Sementara ditempat yang sama, pihak perwakilan perusahaan PT SCG Readymix Indonesia menolak memberikan keterangan saat dikonfirmasi media terkait perselisihan tersebut.
(amy)