ifakta.co, Jakarta – Belakangan tengah ramai pemberitaan soal perilaku pelajar SMP pada salah satu sekolah di Purworejo, Jawa Tengah yang sudah berada pada luar batas kenakalan remaja.
Tiga orang terduga yang masih gunakan seragam sekolah melakukan kekerasan terhadap seorang siswi yang tak berdaya.
Menurut Pemantau Media Ramah Anak dan Ahli Pers, Drs. Kamsul Hasan, bahwa perlakuan tersebut adalah pelanggaran hukum. Apakah tidak boleh diberitakan agar segera ditindaklanjuti demi keadilan ?
Ia mengatakan, bahwa tidak ada larangan memberitakan kekerasan seperti ini. Larangan hanya perintah menutup identitas anak yang berhadapan dengan hukum.
“Jadi substansi kekerasan itu silakan beritakan. Namun yang harus diingat adalah jangan media ingin menegakkan hukum tetapi dengan cara melanggar hukum,” ujar Staf Pengajar di Institut Ilmu Sosial dan Politik (IISIP) Jakarta, kepada wartawan, Sabtu 15 Januari 2020 pagi.
Menurut dia, membuka identitas anak yang berhadapan dengan hukum adalah pelanggaran Pasal 19 Jo Pasal 97 UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Ancaman hukumannya, lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Dewan Pers sudah pula membuat pedoman pemberitaan yang bersumber dari UU SPPA ini.
Ia menambahkan, Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) mengatur bagaimana mekanisme memberitakan kasus anak berhadapan dengan hukum. Pedoman ini diberlakukan 9 Februari 2019.
“Jauh sebelumnya pada 14 Maret 2006 Dewan Pers juga sudah memfasilitasi pembuatan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang juga melarang membuka identitas anak pelaku tindak pidana,” katanya.
Malah kata Kamsul, kenyataannya perusahaan pers terverifikasi (media mainstream), dalam pemberitaanya malah melanggar baik Pasal 5 KEJ maupun PPRA.
Ketua Komisi Kompetensi PWI Pusat ini juga menyebut, anggota Whatsapp Group (WAG) Wartawan Jawa Tengah, sudah mati-matian berupaya menerapkan Jurnalistik Ramah Anak, sesuai PPRA Dewan Pers. Namun redaksi di Jakarta malah melanggar.
Menurut Kamsul, mereka (Wartawan Jateng) juga tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal dalam Pasal 17 UU Pers, diperintahkan memberikan laporan ke Dewan Pers untuk menjaga kemerdekaan pers Indonesia.
“Ya ini merupakan wujud peran serta masyarakat yang dijamin konstitusi. Menjaga kemerdekaan pers bukan semata melindungi tetapi juga mengingatkan ketika salah,” pungkasnya.
(amy)