JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani berharap para Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) bisa bersikap konsisten saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI dan saat menjabat sebagai Pimpinan KPK.
Menurutnya sikap Capim KPK saat fit and proper test dengan saat menjabat bisa berbeda, karena saat menjabat Pimpinan KPK sering kali terpengaruh dengan tekanan publik dan popularitas. Padahal tekanan publik mayoritas belum tentu menjadi kebenaran.
Oleh sebab itu, saat uji Capim KPK periode 2019-2023 di Komisi III DPR RI Rabu, 11 September mendatang, Arsul akan meminta Capim KPK meneken kontrak politik bermaterai. Menurutnya, kontrak politik ini bertujuan untuk memastikan konsistensi para Capim KPK dalam menyikapi suatu isu sebelum dan sesudah terpilih.
“Itu menjadi semacam quote unquote kontrak politik antara calon dengan DPR kalau dia terpilih nantinya,” papar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2019).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan, surat pernyataan itu akan diperkuat dengan materai. Serta akan menjadi semacam kontrak jika nantinya calon tersebut terpilih sebagai Komisioner KPK.
“Ya tentu surat pernyataan menurut peraturan bermaterai memang harus di atas materai ditekennya. Dan itu menjadi semacam ‘kontrak politik’ antara calon dengan DPR kalau dia terpilih nantinya,” ujar Arsul.
Arsul menerangkan, Komisi III DPR RI tak mau pernyataan yang dikeluarkan Capim KPK saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan berbeda setelah terpilih hanya karena tekanan publik atau takut kehilangan popularitas.
Dia mencontohkan sikap terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Arsul berharap para Capim dapat dengan jujur menyatakan sikapnya saat uji kepatutan dan kelayakan.
Menurut legislator dapil Jawa Tengah X itu, Capim KPK boleh saja menulis setuju, tak setuju, atau belum menentukan. Arsul berkata, pihaknya tak akan memaksa Capim KPK menyatakan pendapatnya saat itu juga.
Arsul tidak bisa memastikan apakah Capim yang tidak setuju dengan revisi UU KPK akan sulit dipilih oleh Komisi III DPR RI. Ia hanya bisa menegaskan pihaknya selalu mendahulukan penilaian terkait integritas.
“Tidak akan menjadikan itu sebagai faktor dominan. Karena kami harus konsisten bahwa penilaian utama terdiri dari 3 komponen, integritas, kompetensi, dan leadership,” ungkap Arsul sembari berharap Capim KPK tak segan menyampaikan pendapatnya secara lugas sesuai nurani, tanpa perlu berusaha menyenangkan Komisi III DPR RI.
Karena pihaknya tak akan menjadikan pandangan setuju atau tak setuju dengan revisi UU KPK ini faktor dominan dalam penilaian. Ia akan menghormati apa pun pandangan para capim.
Komisi III DPR RI nantinya akan memilih lima nama dari 10 Capim KPK untuk memimpin lembaga antirasuah periode 2019-2023. Dari 10 Capim tersebut akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI pada Rabu, 11 September. Mereka adalah Alexander Marwata (Komisioner KPK), Firli Bahuri (anggota Polri), I Nyoman Wara (auditor BPK), Johanis Tanak (jaksa), Lili Pintauli Siregar (advokat), Luthfi Jayadi Kurniawan (dosen), Nawawi Pomolango (hakim), Nurul Ghufron (dosen), Roby Arya B (PNS Sekretariat Kabinet), serta Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan). (dprri/amy)