ifakta.co, Jakarta – Melalui program Santripreneur, Kementerian Perindustrian telah mencetak wirausaha industri baru dari lingkungan pondok pesantren (Ponpes). Lulusan ini diharapkan dapat turut menumbuhkan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) yang ujungnya akan mendorong roda perekonomian nasional.
“Sejak tahun 2013 hingga saat ini, kami telah melakukan pembinaan kepada 46 Ponpes yang tersebar di tujuh provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Lampung, Kalimantan Timur, dan Banten dengan jumlah peserta yang dibina sebanyak 8.128 santri,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menegah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, Selasa 21 Januari 2020.
Gati menjelaskan, Kemenperin fokus untuk terus menelurkan wirausaha industri baru khususnya sektor IKM. Hal ini guna merebut peluang dari bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia hingga tahun 2030.
“Upaya ini sejalan juga dengan implementasi dari roadmap Making Indonesia 4.0,” tegasnya.
Dirjen IKMA menyebutkan, sepanjang tahun 2019, program Santripreneur telah menjangkau 21 Ponpes dan membina sebanyak 4.700 santri. Ke-21 Ponpes tersebut meliputi enam di wilayah Jawa Timur, tiga di Jawa Tengah, delapan di Jawa Barat, dan empat di Banten.
“Mereka telah kami bekali pengetahuan, motivasi kewirausahaan, serta pelatihan produksi industri. Kami juga memberikan bantuan mesin dan peralatan produksi sesuai bidang usaha yang ditekuni di Ponpes tersebut,” tuturnya.
Adapun mesin dan peralatan yang telah difasilitasi, antara lain untuk pengolahan sampah serta produksi sepatu hingga batako.
“Selain itu untuk produksi konveksi, pangan, makanan dan minuman, kerajinan, pupuk organik cair, kosmetik, serta perbengkelan,” sebutnya.
Ia pun menjelaskan, program Santripreneur sudah berhasil diterapkan dengan baik sampai saat ini oleh Ponpes yang mendapatkan pembinaan dan pelatihan. Contohnya adalah pelatihan produksi alas kaki di Ponpes Sunan Drajat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur pada tahun 2017.
“Di Ponpes itu sudah mampu menghasilkan unit industri alas kaki yang memproduksi lebih dari 4.000 pasang sandal jepit spon per bulan,” ungkapnya.
Di samping itu, dari pelaksanaan bimbingan teknis perbengkelan roda dua di Ponpes Suryalaya, Tasikmalaya, sudah berhasil membuat alumninya membuka usaha bengkel sendiri.
“Bahkan, bimtek pengembangan unit usaha kopi di Ponpes Al Ittifaq, Bandung yang dalam jangka waktu sebulan dari pelatihan, koperasi di Ponpes tersebut berhasil meningkatkan nilai jual produk kopinya,” imbuhnya.
Sebelumnya, Koperasi Ponpes Al Ittifaq hanya menjual kopi dalam bentuk ceri (buah) senilai Rp6.000 per kilogram (kg). Namun, setelah diberikan pembinaan dan fasilitasi mesin peralatan, saat ini telah mampu memproduksi kopi roasting dengan harga Rp250 ribu per kg.
“Tidak hanya coffee roasting, mereka juga kini mampu memproduksi kemasan kopi dengan merek kopinya sendiri. Ini tentu anugerah yang harus kita syukuri bersama. Program ini berhasil melahiran Santripreneur yang sangat berpotensi. Kami optimistis Ponpes mampu mendukung pengembangan IKM nasional yang berdaya saing di kancah global,” paparnya.
Ke depan, Ditjen IKMA akan terus membina dan melatih para santri di seluruh wilayah Indonesia melalui program bimbingan teknis serta memfasilitasi pemberian bantuan alat dan mesin untuk bekal para santri tersebut belajar mandiri sebelum terjun ke masyarakat.
“Kami meyakini, para santri generasi muda akan mampu menjadi agen perubahan yang strategis dalam membangun bangsa dan perekonomian Indonesia di masa mendatang,” pungkasnya. (Pen)